FIQIH KELAS 8
MATERI FIQIH KELAS 8
SILAHKAN BELAJAR DAN MEMBACA MATERI BERIKUT
Bab “Sujud Sahwi,
Sujud Tilawah, dan Sujud Syukur”
Kekurangan sesuatu
dari yang disebutkan tadi, maka ia melakukannya kembali lalu melakukan sujud
sahwi.
Meninggalkan salah
satu wajib shalat dalam keadaan lupa.
Ragu-ragu adanya
penambahan atau pengurangan.
Pengertian sujud sahwi
Sahwu secara bahasa
berarti lalai dari sesuatu. Seseorang lupa dalam shalatnya, berarti ia lalai
dari sesuatu dari shalatnya.
Secara istilah, sahwu
adalah lalai dari sesuatu dalam shalat. Sujud sahwi berarti dua kali sujud yang
dilakukan pada akhir shalat atau bakda shalat untuk menutupi kekurangan. Sujud
sahwi disebut demikian karena dilakukan ketika lupa (idhafah al-musabbab lis
sabab). Berarti tidak ada sujud sahwi bagi orang yang tidak tahu.
Fungsi sujud sahwi dan
sebabnya
Fungsi sujud sahwi
adalah untuk menutupi kekurangan dalam shalat dan untuk mengalahkan setan.
Sebab-sebab sujud
sahwi secara umum ada tiga yaitu: (1) adanya penambahan, (2) adanya kekurangan,
(3) adanya keragu-raguan.
Dalil-dalil tentang
pensyariatan sujud sahwi
Pertama: Hadits Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا نُودِىَ بِالأَذَانِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ
حَتَّى لاَ يَسْمَعَ الأَذَانَ فَإِذَا قُضِىَ الأَذَانُ أَقْبَلَ فَإِذَا ثُوِّبَ
بِهَا أَدْبَرَ فَإِذَا قُضِىَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ يَخْطُرُ بَيْنَ الْمَرْءِ
وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا. لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ
حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ إِنْ يَدْرِى كَمْ صَلَّى فَإِذَا لَمْ يَدْرِ
أَحَدُكُمْ كَمْ صَلَّى فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ
“Apabila adzan
dikumandangkan, maka setan berpaling sambil kentut hingga dia tidak mendengar
adzan tersebut. Apabila adzan selesai dikumandangkan, maka ia pun kembali.
Apabila dikumandangkan iqomah, setan pun berpaling lagi. Apabila iqamah selesai
dikumandangkan, setan pun kembali, ia akan melintas di antara seseorang dan
nafsunya. Dia berkata, “Ingatlah demikian, ingatlah demikian untuk sesuatu yang
sebelumnya dia tidak mengingatnya, hingga laki-laki tersebut senantiasa tidak
mengetahui berapa rakaat dia shalat. Apabila salah seorang dari kalian tidak
mengetahui berapa rakaat dia shalat, hendaklah dia bersujud dua kali dalam
keadaan duduk.” (HR. Bukhari, no. 1231 dan Muslim, no. 389)
Baca Juga: Panduan
Sujud Syukur
Kedua: Hadits Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِحْدَى صَلَاتَيْ الْعَشِيِّ إِمَّا الظُّهْرَ وَإِمَّا الْعَصْرَ فَسَلَّمَ فِي
رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ أَتَى جِذْعًا فِي قِبْلَةِ الْمَسْجِدِ فَاسْتَنَدَ إِلَيْهَا
مُغْضَبًا وَفِي الْقَوْمِ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرَ فَهَابَا أَنْ يَتَكَلَّمَا
وَخَرَجَ سَرَعَانُ النَّاسِ قُصِرَتْ الصَّلَاةُ فَقَامَ ذُو الْيَدَيْنِ فَقَالَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَقُصِرَتْ الصَّلَاةُ أَمْ نَسِيتَ فَنَظَرَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمِينًا وَشِمَالًا فَقَالَ مَا يَقُولُ ذُو
الْيَدَيْنِ قَالُوا صَدَقَ لَمْ تُصَلِّ إِلَّا رَكْعَتَيْنِ فَصَلَّى
رَكْعَتَيْنِ وَسَلَّمَ ثُمَّ كَبَّرَ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ فَرَفَعَ ثُمَّ
كَبَّرَ وَسَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ وَرَفَعَ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kami shalat pada salah satu dari dua
shalat petang, mungkin shalat Zhuhur atau Ashar. Namun pada raka’at kedua,
beliau sudah mengucapkan salam. Kemudian beliau pergi ke sebatang pohon kurma
di arah kiblat masjid, lalu beliau bersandar ke pohon tersebut dalam keadaan
marah. Di antara jamaah terdapat Abu Bakar dan Umar, namun keduanya takut
berbicara. Orang-orang yang suka cepat-cepat telah keluar sambil berujar,
“Shalat telah diqoshor (dipendekkan).” Sekonyong-konyong Dzul Yadain berdiri
seraya berkata, “Wahai Rasulullah, apakah shalat dipendekkan ataukah anda
lupa?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menengok ke kanan dan ke kiri, lalu
bersabda, “Betulkah apa yang dikatakan oleh Dzul Yadain tadi?” Jawab mereka,
“Betul, wahai Rasulullah. Engkau shalat hanya dua rakaat.” Lalu beliau shalat
dua rakaat lagi, lalu memberi salam. Sesudah itu beliau bertakbir, lalu
bersujud. Kemudian bertakbir lagi, lalu beliau bangkit. Kemudian bertakbir
kembali, lalu beliau sujud kedua kalinya. Sesudah itu bertakbir, lalu beliau
bangkit.” (HR. Bukhari, no. 1229 dan Muslim, no. 573)
Ketiga: Hadits ‘Imran
bin Hushain radhiyallahu ‘anhu.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَلَّى الْعَصْرَ
فَسَلَّمَ فِى ثَلاَثِ رَكَعَاتٍ ثُمَّ دَخَلَ مَنْزِلَهُ فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ
يُقَالُ لَهُ الْخِرْبَاقُ وَكَانَ فِى يَدَيْهِ طُولٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ. فَذَكَرَ لَهُ صَنِيعَهُ. وَخَرَجَ غَضْبَانَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ حَتَّى
انْتَهَى إِلَى النَّاسِ فَقَالَ « أَصَدَقَ هَذَا ». قَالُوا نَعَمْ. فَصَلَّى
رَكْعَةً ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ.
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat ‘Ashar lalu beliau salam pada
raka’at ketiga. Setelah itu beliau memasuki rumahnya. Lalu seorang laki-laki
yang bernama al-Khirbaq (yang tangannya panjang) menghadap Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah!” Lalu ia menyebutkan
sesuatu yang dikerjakan oleh beliau tadi. Akhirnya, beliau keluar dalam keadaan
marah sambil menyeret rida’nya (pakaian bagian atas) hingga berhenti pada
orang-orang seraya bertanya, “Apakah benar yang dikatakan orang ini?“ Mereka
menjawab, “Ya benar”. Kemudian beliau pun shalat satu rakaat (menambah raka’at
yang kurang tadi). Lalu beliau salam. Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi
dengan dua kali sujud. Kemudian beliau salam lagi.” (HR. Muslim, no. 574)
Keempat: Hadits
‘Abdullah bin Buhainah radhiyallahu ‘anhu.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِي
صَلَاةِ الظُّهْرِ وَعَلَيْهِ جُلُوسٌ فَلَمَّا أَتَمَّ صَلَاتَهُ سَجَدَ
سَجْدَتَيْنِ فَكَبَّرَ فِي كُلِّ سَجْدَةٍ وَهُوَ جَالِسٌ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ
وَسَجَدَهُمَا النَّاسُ مَعَهُ مَكَانَ مَا نَسِيَ مِنْ الْجُلُوسِ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melaksanakan shalat Zhuhur namun tidak
melakukan duduk (tasyahud awal). Setelah beliau menyempurnakan shalatnya,
beliau sujud dua kali, dan beliau bertakbir pada setiap akan sujud dalam posisi
duduk sebelum. Beliau lakukan seperti ini sebelum salam. Maka orang-orang
mengikuti sujud bersama beliau sebagai ganti yang terlupa dari duduk (tasyahud
awal).” (HR. Bukhari no. 1224 dan Muslim no. 570)
Kelima: Hadits
‘Abdullah bin Mas’ud.
صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَمْسًا
فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَزِيدَ فِى الصَّلاَةِ قَالَ « وَمَا ذَاكَ ».
قَالُوا صَلَّيْتَ خَمْسًا. قَالَ « إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ أَذْكُرُ
كَمَا تَذْكُرُونَ وَأَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ ». ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَىِ
السَّهْوِ.
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami lima raka’at. Kami pun
mengatakan, “Wahai Rasulullah, apakah engkau menambah dalam shalat?” Lalu
beliau pun mengatakan, “Memang ada apa tadi?” Para sahabat pun menjawab,
“Engkau telah mengerjakan shalat lima raka’at.” Lantas beliau bersabda,
“Sesungguhnya aku hanyalah manusia semisal kalian. Aku bisa memiliki ingatan
yang baik sebagaimana kalian. Begitu pula aku bisa lupa sebagaimana kalian pun
demikian.” Setelah itu beliau melakukan dua kali sujud sahwi.” (HR. Muslim no.
572)
Baca Juga: Panduan
Sujud Tilawah (1), Keutamaan dan Hukum Sujud Tilawah
Adanya penambahan
dalam rukun shalat
Yaitu dalam shalat
wajib maupun shalat sunnah ada penambahan rukuk, sujud, berdiri, duduk dalam
keadaan lupa, maka ia sujud sahwi sesudah salam.
Dalilnya hadits Ibnu
Mas’ud yang telah disebutkan sebelumnya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah shalat bersama kami lima rakaat. Kami pun mengatakan, “Wahai Rasulullah,
apakah engkau menambah dalam shalat?” Lalu beliau pun mengatakan, “Memang ada
apa tadi?” Para sahabat pun menjawab, “Engkau telah mengerjakan shalat lima
rakaat.” Lantas beliau bersabda, “Sesungguhnya aku hanyalah manusia semisal
kalian. Aku bisa memiliki ingatan yang baik sebagaimana kalian. Begitu pula aku
bisa lupa sebagaimana kalian pun demikian.” Setelah itu beliau melakukan dua
kali sujud sahwi.” (HR. Muslim, no. 572)
Adanya kekurangan
dalam rukun shalat
Yaitu lupa sehingga
kurang dalam rukuk, sujud, berdiri, duduk, begitu pula lupa membaca surah
Al-Fatihah, maka ia kembali melakukannya karena yang disebutkan ini adalah
rukun. Rukun tidaklah gugur dengan sekadar sujud sahwi, tetap rukun tersebut
kembali dilakukan. Walaupun tetap ada sujud sahwi dalam kasus ini, di mana
dilakukan bakda salam karena ketika sudah melakukan rukun tersebut, ia telah
melakukan suatu penambahan dalam shalat.
Dalil dalam hal ini
adalah hadits Abu Hurairah berikut ini: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengimami kami shalat pada salah satu dari dua shalat petang
(al-‘asysyi), mungkin shalat Zhuhur atau Ashar. Namun pada rakaat kedua, beliau
sudah mengucapkan salam. Kemudian beliau pergi ke sebatang pohon kurma di arah
kiblat masjid, lalu beliau bersandar ke pohon tersebut dalam keadaan marah. Di
antara jamaah terdapat Abu Bakar dan Umar, namun keduanya takut berbicara.
Orang-orang yang suka cepat-cepat telah keluar sambil berujar, “Shalat telah
diqashar (dipendekkan).” Sekonyong-konyong Dzul Yadain berdiri seraya berkata,
“Wahai Rasulullah, apakah shalat dipendekkan ataukah anda lupa?” Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menengok ke kanan dan ke kiri, lalu bersabda,
“Betulkah apa yang dikatakan oleh Dzul Yadain tadi?” Jawab mereka, “Betul,
wahai Rasulullah. Engkau shalat hanya dua rakaat.” Lalu beliau shalat dua
rakaat lagi, lalu memberi salam. Sesudah itu beliau bertakbir, lalu bersujud.
Kemudian bertakbir lagi, lalu beliau bangkit. Kemudian bertakbir kembali, lalu
beliau sujud kedua kalinya. Sesudah itu bertakbir, lalu beliau bangkit.” (HR.
Bukhari, no. 1229 dan Muslim, no. 573)
Melakukan gerakan yang
sifatnya sunnah, seperti menghadang orang yang lewat di hadapan orang yang
shalat;
Melakukan gerakan yang
sifatnya mubah, seperti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggendong Umamah
(putri Abul ‘Ash dan Zainab binti Muhammad) saat shalat, juga termasuk dalam
hal ini adalah gerakan banyak dalam shalat khauf;
Melakukan gerakan yang
sifatnya makruh seperti menoleh tanpa ada hajat.
Gerakan tambahan ini
ditemukan sebabnya di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak
disyaratkan sujud sahwi. Jika dari gerakan tambahan di atas termasuk yang
disyariatkan, berarti termasuk ketaatan, tidak mengurangi pahala shalat.
Sedangkan jika gerakan tersebut haram dilakukan, maka shalatnya batal.
Adanya kekurangan
dengan meninggalkan wajib shalat
Contohnya adalah
meninggalkan tasyahud awal dan duduknya. Ini termasuk naqsh (kekurangan) dalam
shalat. Solusinya adalah ditutup dengan sujud sahwi yang dilakukan sebelum
salam. Dalil masalah ini adalah hadits dari ‘Abdullah bin Buhainah: “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melaksanakan shalat Zhuhur namun tidak
melakukan duduk (tasyahud awal). Setelah beliau menyempurnakan shalatnya,
beliau sujud dua kali, dan beliau bertakbir pada setiap akan sujud dalam posisi
duduk sebelum. Beliau lakukan seperti ini sebelum salam. Maka orang-orang
mengikuti sujud bersama beliau sebagai ganti yang terlupa dari duduk (tasyahud
awal).” (HR. Bukhari, no. 1224 dan Muslim, no. 570)
Kaedah penting, kapan
kita cukup kembali menambah rukun yang kurang
Kaedah dari Syaikh
As-Sa’di yang perlu diingat:
Jika seseorang lupa
hingga meninggalkan sesuatu dari shalatnya lalu terlanjur salam sebelum
melakukannya, kemudian ia mengingatnya sedangkan waktunya tidak lama (jeda
sebentar), maka yang ditinggalkan tersebut dilakukan lalu melakukan sujud
sahwi. Namun jika secara ‘urf (menurut kebiasaan) dianggap jeda waktunya sudah
lama, maka shalat tersebut diulang. Lihat Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj
As-Salikin, hlm. 275.
Sujud sahwi karena
keragu-raguan
Ragu-ragu (syakk) yang
dimaksudkan di sini adalah bimbang ada atau tidak adanya sesuatu dan kondisinya
sama, atau ada yang bisa dikuatkan. Ini pengertian fuqaha. Sedangkan ragu-ragu
(syakk) menurut ulama ushul adalah ada atau tidak adanya dinilai sama.
Sedangkan kalau bisa dikuatkan disebut sangkaan kuat (zhann), sedangkan yang
lemah disebut marjuh.
Jika keragu-raguan itu
terlalu banyak pada orang yang sedang shalat, maka tidak perlu dipedulikan.
Jika tidak demikian, maka ada dua keadaan:
Keadaan pertama: Jika
ia ragu-ragu–semisal ragu telah shalat tiga atau empat rakaat–, kemudian ia
mengingat dan bisa menguatkan di antara keragu-raguan tadi, maka ia pilih yang
ia anggap yakin. Kemudian ia nantinya akan melakukan sujud sahwi sesudah salam.
Hal ini berdasarkan
hadits, dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika salah seorang di antara kalian itu ragu-ragu dalam shalatnya, lantas bisa
memutuskan manakah yang benar, maka hendaklah ia sempurnakan shalatnya, kemudian
ia salam lalu melakukan dua kali sujud bakda salam.” (HR. Bukhari, no. 401 dan
Muslim, no. 572)
Keadaan kedua: Jika ia
ragu-ragu–semisal ragu telah shalat tiga atau empat raka’at–, dan saat itu ia
tidak bisa menguatkan di antara keragu-raguan tadi, maka ia pilih yang ia yakin
(yaitu yang paling sedikit). Kemudian ia nantinya akan melakukan sujud sahwi
sebelum salam.
Mengenai permasalahan
ini sudah dibahas pada hadits Abu Sa’id Al-Khudri.
إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا
أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ
يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا
شَفَعْنَ لَهُ صَلاَتَهُ وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لأَرْبَعٍ كَانَتَا
تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ
“Apabila salah seorang
dari kalian ragu dalam shalatnya, dan tidak mengetahui berapa rakaat dia
shalat, tiga ataukah empat rakaat maka buanglah keraguan, dan ambilah yang
yakin. Kemudian sujudlah dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia shalat lima
rakaat, maka sujudnya telah menggenapkan shalatnya. Lalu jika ternyata
shalatnya memang empat rakaat, maka sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi
setan.” (HR. Muslim, no. 571)
Juga terdapat dalam
hadits ‘Abdurahman bin ‘Auf, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
إِذَا سَهَا أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ وَاحِدَةً
صَلَّى أَوْ ثِنْتَيْنِ فَلْيَبْنِ عَلَى وَاحِدَةٍ فَإِنْ لَمْ يَدْرِ ثِنْتَيْنِ
صَلَّى أَوْ ثَلاَثًا فَلْيَبْنِ عَلَى ثِنْتَيْنِ فَإِنْ لَمْ يَدْرِ ثَلاَثًا
صَلَّى أَوْ أَرْبَعًا فَلْيَبْنِ عَلَى ثَلاَثٍ وَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ
أَنْ يُسَلِّمَ
“Jika salah seorang
dari kalian merasa ragu dalam shalatnya hingga tidak tahu satu rakaat atau dua
rakaat yang telah ia kerjakan, maka hendaknya ia hitung satu rakaat. Jika tidak
tahu dua atau tiga rakaat yang telah ia kerjakan, maka hendaklah ia hitung dua
rakaat. Dan jika tidak tahu tiga atau empat rakaat yang telah ia kerjakan, maka
hendaklah ia hitung tiga rakaat. Setelah itu sujud dua kali sebelum salam.”
(HR. Tirmidzi no. 398 dan Ibnu Majah no. 1209. Syaikh Al-Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no.
1356)
Jika seseorang
melakukan suatu ibadah selalu dilingkupi keragu-raguan, maka pada saat ini
keragu-raguannya tidak perlu ia perhatikan.
Jika
keraguan-raguannya setelah selesai ibadah, maka tidak perlu diperhatikan selama
itu bukan sesuatu yang yakin.
Komentar
Posting Komentar